Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan Indonesia menghadapi tiga tantangan besar jika ingin menjadi pusat pertumbuhan ekonomi global. Tiga tekanan datang bersama dan membuatnya semakin sulit.
Aspek pertama, kata Erick Thohir, seluruh pelaku ekonomi di Indonesia dihadapkan pada apa yang disebut dengan disrupsi digital.
“Pertama, disrupsi digitalisasi yang mengubah nama pekerjaan masa depan. Beberapa ada, yang lain hilang. Juga mengubah sifat bisnis di masa depan. Mereka mau bicara tentang universitas yang bernama Edutech atau bicara tentang keuangan dan lain-lain,” ujarnya dalam pidato pengarahan akademik yang diberikan pada Sabtu (12 November 2021) di ITS Surabaya.
Dalam tekanan berikutnya, Indonesia juga harus memenuhi tuntutan pasar dunia. Hal ini disebabkan oleh rantai pasok yang tidak stabil atau supply chain yang ujung-ujungnya terganggu juga.
“Beberapa hari yang lalu kami pertama kali menjual urea industri yang kami peroleh dari China ke Korea. Belum selesai, juga disebut Australia dan diminta untuk membeli. Namun, harga fosfat juga menjadi lebih mahal. yang kita beli di Maroko atau Yordania,” ujarnya. Ekonomi Indonesia
Sumber daya alam nusantara kemudian mendorong negara-negara besar dunia untuk memaksa Indonesia menandatangani kesepakatan rantai pasok di forum G20. Erick bersyukur Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolaknya.
Ketiga, Indonesia juga harus memiliki ketahanan kesehatan yang baik. Apalagi, dunia masih bergulat dengan pandemi Covid-19 yang belum bisa dipastikan berakhirnya.
“Kita juga masih ada masalah kesehatan. Mungkin terjadi 10 tahun sekali, yang akhirnya menimbulkan ketidakpastian ekonomi. Kalau Covid naik, ekonomi turun,” kata Erick.
Oleh karena itu, tambah Erick, ia kini memimpin semua BUMN dan sadar bahwa ia bertanggung jawab atas sepertiga kekuatan ekonomi Indonesia dan membutuhkan kompensasi atau intervensi.
“Maka saya katakan sudah saatnya kita menjadi pusat pertumbuhan ekonomi global berdasarkan roadmap Indonesia, bukan negara lain,” pungkas Erick Thohir. Politik Indonesia