Wacana kenaikan PPN dikecam oleh hampir semua pihak. Di tengah keadaan ekonomi masyarakat yang belum pulih sepenuhnya akibat Covid-19, pemerintah justru menaikkan pajak.

Meski Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah memastikan tidak akan ada kenaikan PPN pada 2021, namun Presiden Jokowi sudah melayangkan surat ke DPR soal itu.
Pada 11 Mei 2021, Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan Suryo Utomo mengatakan kawasan pajak harus diperluas jika terjadi pandemi. Dalam keadaan sulit, kebutuhan belanja publik meningkat, namun di sisi lain pendapatan publik menurun.
Salah satu alternatif yang dinilai dapat meningkatkan luas pajak adalah tarif PPN. Tarif PPN memiliki sejumlah masalah yang masih harus diselesaikan.
Pertama, masih banyak barang dan jasa yang dibebaskan dari PPN. Selanjutnya efisiensi pemungutan PPN di Indonesia masih 60 persen dari jumlah total yang harus ditagih. Ketiga, rasio penerimaan PPN terhadap PDB hanya 3,62%.
Selain itu, tarif PPN saat ini 10 persen. Ternyata tarif PPN di Indonesia termasuk yang paling rendah di dunia. Menurut data survei pajak PwC, tarif PPN di negara-negara ASEAN umumnya rendah.
Singapura mengenakan PPN 7 persen, Thailand 7 persen, Laos dan Vietnam 10 persen, Kamboja 10 persen. Untuk Malaysia tarif PPNnya 10 persen, tapi tarif service charge 6 persen.
Dibandingkan dengan negara seperti Belanda, tarif PPN bisa mencapai 21%, yang secara signifikan lebih tinggi. Prancis 20%, Italia 22%, Inggris Raya 20%, Jerman 16% dan Spanyol 21%. Ekonomi Indonesia
Sejauh ini, Kementerian Keuangan sendiri belum memberikan update terkait pembahasan kenaikan PPN tersebut. Rahayu Puspasari, Kepala Departemen Komunikasi dan Layanan Informasi Departemen Keuangan, juga enggan menjelaskan isi pidato tentang kenaikan tarif PPN ini.
“Seperti manajemen saat jumpa pers untuk APBN kita, PPN akan dijadwalkan nanti (pembahasannya),” ujarnya.
Guspardi Gaus, Anggota Komisi II PAN DPR, mengatakan rencana pemerintah menaikkan PPN hanya akan menambah pajak dan melemahkan daya beli masyarakat.
“Rencana pengenaan pajak jelas merugikan rasa keadilan di masyarakat, dan jelas dampaknya akan menjadi beban berat bagi masyarakat secara keseluruhan, terutama kalangan menengah ke bawah,” kata Guspardi, Kamis (5). / 27/2021).
Guspardi menilai saat ini bukan saat yang tepat untuk menaikkan PPN. Selain itu, kita masih menghadapi situasi pandemi Covid-19 yang masih melalui gelombang yang mengkhawatirkan, dan kita belum tahu kapan akan berakhir.
Menurut Guspardi, indikator tersebut cukup jelas sehingga mengakibatkan kontraksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2021 di urutan -0,74%. Pemerintah tampaknya mengambil jalan pintas dengan menaikkan pajak.
“Pemerintah harus bisa mendorong belanja publik. Untuk itu, pemerintah tidak boleh terburu-buru menaikkan tarif pajak, karena pada akhirnya akan terjadi blunder pada pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya.
Dia menyarankan pemerintah akan lebih baik untuk menuntut pembayar pajak besar yang tidak patuh dan percaya bahwa mereka masih menghindari pajak, meskipun mereka telah menerima pengampunan pajak pada tahun 2016.
“Sangat wajar menaikkan pajak atas penghasilan orang ‘super kaya’,” tambahnya. Politik Indonesia