
Presiden Jokowi untuk kelima kalinya absen dalam sidang umum PBB seperti tahun-tahun sebelumnya. Pemerintahpun berdalih bahwa absennya presiden dalam pertemuan internasional itu disebabkan situasi nasional yang belakangan cukup menyita perhatian publik. Beberapa situasi tersebut yaitu isu Papua, revisi beberapa undang-udang yang memicu kontroversi serta kebakaran hutan lahan di beberapa daerah di Indonesia.
Terlepas dari hal politik dan ekonomi indonesia tersebut, ketidakhadiran presiden pada forum internasional sekaliber Sidang Umum PBB patut disayangkan. Lantaran presiden merupakan simbol negara sehingga ketidakhadiran presiden dapat ditafsirkan sebagai minimnya komitmen Indonesia terhadap isu-isu global. Ini juga semakin miris sebab mengingat bahwa Indonesia saat ini adalah anggota tidak tetap DK PBB untuk periode 2019-2020.
Salah satu alasan paling masuk akal absennya Presiden Jokowi pada Sidang Umum PBB sejak menjabat pada periode I disebabkan oleh karakter kepribadiannya yang tak menyukai forum-forum multilateral. Dalam kajian analisis, Jokowi kontras dengan pendahulunya yang tidak berminat pada isu-isu internasional. Faktor kepribadian pemimpin juga sangat berpengaruh pada perilaku negara di level internasional.
Baca Selengkapnya : Pengaruh Nasionalisme Ekonomi Politik Dalam Negeri di Indonesia

Saat menghadiri KTT G20 di Brishbane 2014 silam, Jokowi mengatakan secara lugas bahwa berteman dengan banyak negara yang harus menguntungkan bagi Indonesia. Dengan kata lain, mengejar keuntungan adalah suatu prinsip hubungan luar negeri. Pola pikir ini berimlikasi pada gaya diplomasi Jokowi yang lebih suka pada pendekatan bilateralisme dibandingkan multilateralisme. Ini juga dikarenakan Jokowi berlatar belakang pengusaha yang cara pandangnya cenderung berorientasi pada untung-rugi. Bagi beliau, kebijakan luar negeri harus menguntungkan Indonesia.
Gaya diplomasi pragmatis tersebut dapat mengesankan karakter kebijakan luar negeri yang egosentris dan inward-looking. Walaupun tidak salah secara prinsip, gaya diplomasi yang hanya mengikuti pola pikir presiden berpotensi melemahkan status dan reputasi Indonesia di kancah Internasional. Ini juga disebabkan selama ini Indonesia telah diakui sebagai pemain global yang cukup aktif berkontribusi dalam memecahkan masalah-masalah global. Indonesia bahkan juga diakui sebagai ‘kekuatan normatif’ yang aktif dalam mendorong norma-norma hubungan antar bangsa yang mencakup lingkup kawasan maupun global.
Politik Dalam dan Luar Negeri